Kamis, 18 November 2010

Komunikasi Bisnis Warung Kopi

Budaya "warung kopi" di Aceh sudah berlangsung semenjak zaman endatoe mengurus negeri ini, tak jelas secara tematik kapan budaya ini menjadi konvensi komunitas penikmat kopi di Aceh.

Sebagaimana kota-kota lain, warung kopi selalu mendampingi warung-warung atau toko-toko lain sebagai pelengkap dan ornamen perkotaan untuk sekedar tempat melepas dahaga karena tersedianya berbagai minuman ringan dengan harga yang sangat bersahabat.

Di Aceh, warung kopi bukanlah sekedar tempat melepas dahaga dalam pengertian haus sebenarnya, tetapi lebih jauh lagi bermakna melepas semua persoalan hidup yang dihadapi dalam keseharian; politik, ekonomi, sosial, budaya bahkan hanya sekedar nongkrong-nongkrong dan bertemu teman yang sama-sama dalam kondisi suntuk saja. Fenomena ini bisa kita lihat setiap hari di warung-warung kopi di hampir seluruh kota di Aceh.

Keberadaan warung kopi menjadi tempat alternatif dan kantor kedua bagi masyarakat Aceh setelah kantor tempat mereka bekerja mencari nafkah. Di warung mereka bisa mendiskusikan segala hal yang berkaitan dengan urusan kantor bahkan hingga membuat keputusan layaknya mereka rapat di kantor resmi mereka. Warung kopi sudah menjadi institusi yang menampung berbagai macam persoalan hidup.

Karena begitu dekatnya masyarakat dengan warung kopi, kita bisa melihat fenomena unik di kota Banda Aceh, setiap ada blok rumah toko (ruko) yang dibangun, dapat dipastikan sepertiga hingga hampir setengah dari jumlah pintu ruko dalam blok tersebut dijadikan warung kopi, selebihnya adalah toko kelontong atau kantor-kantor lembaga swasta yang melakukan aktifitas organisasi mereka.

Model Komunikasi Bisnis Warung Kopi Gaya Lama

Sebelum gempa dan gelombang tsunami, sebelum teknologi menyentuh hingga ke warung kopi di Aceh, warung kopi memiliki budaya khas sebagai cara memberitahukan keberadaannya kepada khalayak ramai. Kebiasaan ini menjadi kearifan lokal masyarakat di Aceh ketika ada warung kopi yang baru berdiri.

Para pemilik warung kopi yang akan membuka warung kopinya biasanya melakukan launching dengan mengundang sejumlah kerabat dan rekan-rekan yang mereka kenal, bahkan tidak jarang mengundang tokoh-tokoh tertentu untuk ikut hadir dalam peluncuran perdana warung kopi tersebut. Kehadiran tokoh ini menjadi penting sebagai sebuah isyarat kepada khalayak ramai, bahwa warung ini sudah mendapat restu dan kepercayaan dari sang tokoh, hingga muncul kesan bahwa warung tersebut 'direkomendasikan' untuk dihampiri.

Dalam kegiatan peluncuran perdana produk kopinya tersebut, undangan ada juga yang bersifat terbuka pada hari yang telah ditentukan, biasanya satu hari penuh siapa saja boleh masuk warung dan mencicipi semua hidangan yang disediakan tanpa dipungut bayaran alias gratis. Sering juga jamuan gratis ini disuguhkan makan siang yang terbatas oleh waktu. Keterbatasan waktu diberitahu melalui pengumuman atau surat undangan, misalnya dari jam 11.00 - 15.00. Lewat jam tersebut, siapa saja yang datang hanya dapat mencicipi apa yang tersisa.

Launching ini bukanlah ritual yang mengherankan, karena substansi yang dapat kita tangkap dari kegiatan launching ini sebenarnya adalah salah satu bentuk komunikasi bisnis warung kopi, ingin menyampaikan pesan kepada khalayak tentang keberadaan warung tersebut. Lebih kurang seperti iklan.

Jika iklan ini dipublikasikan melalui media seperti koran, tentu akan menghabiskan biaya lebih besar dan sentuhan kepada pembaca kurang terasa jika dibandingkan mereka datang langsung dan mencicipi hidangan yang menjadi menu khas di warung tersebut. Selain itu, kehadiran mereka yang disambut oleh para krue warung tersebut merupakan sentuhan lain yang secara langsung dapat menyentuh rasa emosional para tamu yang datang, mereka akan mendapatkan kesan langsung tentang cita rasa menu, pelayanan para krue, dan merasakan kenyamanan tempat yang ditawarkan.

Warung Kopi dan Transaksi Bisnis

Sebelum tsunami, persaingan warung kopi terasa tidak begitu ketat karena hanya ada beberapa pilihan warung yang menjadi langganan pembeli, dan memungkinkan semua warung terisi sesuai kapasitas kursi yang disediakan. Namun, pasca tsunami, warung kopi menjadi icon baru bagi para tamu dan petualang kopi yang berada di Aceh, warung kopi semakin mendapat tempat di kalangan yang lebih luas. Begitu banyaknya lembaga donor dan ragam asal pendatang yang ingin menyaksikan dan membantu pemulihan Aceh pasca bencana menyebabkan pertambahan penduduk dadakan yang luar biasa, Aceh seakan sesak dengan manusia yang datang dari penjuru dunia hingga Banda Aceh sempat digelar dengan Kota Internasional.

karena interaksi masyarakat internasional begitu aktif, dan giatnya aktivitas rekonstruksi di Aceh, 24 jam sudah tak cukup lagi dijadikan patokan waktu. Rapat-rapat koordinasi yang belum tuntas digelar di kantor-kantor dialihkan dengan rapat ekstra dengan menggunakan warung kopi sebagai tempat pertemuan. Warung kopi buka selama 24 jam non-stop. Para donatur, pegiat sosial, manajer, karyawan, dan kuli bangunan serta mahasiswa dan dosen semua melakukan diskusi di warung kopi.

Tak kurang para pebisnis kelas bawah, menengah hingga atas pun melakukan negosiasi dan transaksi bisnis di warung kopi. Geliat warung kopi 24 jam tanpa henti.

Komunikasi Bisnis Warung Kopi Gaya IT


=======
Dalam Ensiklopedi Bebas, Wikipedia, Komunikasi bisnis adalah pertukaran gagasan, pendapat, informasi, instruksi yang memiliki tujuan tertentu yang disajikan secara personal atau impersonal melalui simbol - simbol atau sinyal
=======


Kebiasaan masyarakat yang menjadikan warung kopi sebagai kantor/ rumah kedua mereka menjadi peluang pasar potensial bagi para pebisnis warung kopi. Dalam waktu yang relatif singkat, Kota Banda Aceh dan sekitarnya bermunculan warung-kopi baru, semua tempat tiba-tiba menjadi tempat yang strategis, dan semua warung mampu menjalankan aktifitas 24 jam.

Selain adanya kebiasaan ngopi masyarakat Aceh selama ini, Ada beberapa sebab lain yang menjadikan warung kopi selalu ramai dan menjadi tempat komunikasi serta transaksi bisnis.

Ketersediaan Sumber Informasi

Di Aceh, umumya semua warung menyediakan koran, majalah atau media lain yang sengaja diperuntukkan bagi pelanggan yang datang. Paling tidak ada satu media mainstream yang menjadi menu wajib para tamu. Jumlah dan jenisnya tergantung kapasitas warung, jika warungnya besar, maka ada beberapa media tersedia untuk dibaca, kalau warung kecil biasanya hanya menyediakan satu macam koran saja.

Pelanggan yang datang ke warung bukan hanya ingin menyeduh minuman hangat atau sekedar menghilangkan haus semata, karena itu bisa dilakukan juga di rumah masing-masing, tapi di sisi lain pelanggan warung kopi di Aceh umumnya selalu punya keinginan besar untuk meng-up date informasi melalui koran-koran yang tersedia di warung kopi.

Tempat menukar ide/gagasan

Sebagai sebuah "institusi", warung kopi sudah menjadi kampus terbuka bagi masyarakat. Benturan ide yang tak selesai di kantor sudah lumrah akan diperpanjang di warung kopi, persoalan-persoalan politik, ekonomi, sosial dan rumah tangga dapat didiskusikan dengan lebih terbuka dan santai di warung kopi.

Perkara yang tak selesai di kantor kebanyakan karena adanya hambatan psikologis yang diakibatkan oleh kondisi formal kantor sehingga masing-masing individu hanya boleh melakukan komunikasi sesuai kapasitasnya dalam sebuah institusi/kantor tempat bekerja. Seorang karyawan tidak begitu saja dapat menyampaikan idenya kepada atasan karena mereka terikat kode etik komunikasi formal yang ditetapkan sebuah organisasi. Sebaliknya, atasan biasanya menyampaikan informasi kepada satu tingkat di bawahnya, selebihnya akan disampaikan lagi kepada level selanjutnya yang di bawah hingga informasi tersebut menyebar seluruhnya sampai kepada karyawan tingkat paling bawah.

Hambatan-hambatan psikologis ini nyaris tak ditemukan dalam komunikasi di warung kopi. Sekat-sekat dan lapisan-lapisan strata dalam organisasi tidak lagi menjadi hambatan ketika mereka semua melakukannya di warung kopi. Dosen melakukan pertemuan dengan mahasiswa di warung kopi, pebisnis melakukan transaksi di warung kopi, NGO dan mitra kerja mereka melakukan kontrak kerjasama di warung kopi. Dan banyak sekali ide-ide segar muncul dalam diskusi warung kopi ini. Ide-ide bisnis sering lahir di warung kopi.

Pada masa rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh pasca tsunami, para pebisnis pemula umumnya tidak memiliki kantor, maka pertemuan dengan klien dan rekanan bisnis mereka dilakukan sepenuhnya di warung kopi, mulai dari pemunculan ide bisnis hingga proses serta sampai pada transaksi bisnis.

Pelayanan yang ramah

Warung kopi di Aceh termasuk unik dari segi pelayanannya. Umumnya warung kopi di Aceh semua menggunakan kaum laki-laki sebagai pelayan yang menghidangkan menu ke meja pelanggan, jarang sekali kaum perempuan, kalau pun sekarang ada, jumlahnya masih sangat sedikit dan biasanya pebisnis warung dari luar Aceh.

Belum pernah kita mendengar bahwa pebisnis warung kopi di Aceh melakukan services training kepada karyawannya. Tapi kalau kita memasuki warung kopi, ada semacam nilai standar yang telah menjadi etika pelayanan di warung kopi dimanapun di seluruh Aceh. Mereka bisa bersikap ramah layaknya karyawan terlatih. Biasanya pelanggan betah duduk hingga larut malam di warung hanya dengan segelas kopi, atau beberapa gelas kopi. Para pelayan warung dapat dengan mudah diberi aba-aba jika ada pelanggan yang ingin meminta kopi tambahan. Pelayan biasanya berkeliling setiap durasi waktu tertentu, atau ketika melihat ada gelas pelanggan di meja yang sudah kosong, mereka berinisiatif menanyakan jika pelanggan ingin menambah kopi lagi. 

Kelalaian pelayanan akan mendapat teguran dari "manajer pelayanan" yang biasanya mengawasi kerja mereka selama warung dibuka.

Akses internet bebas

Persaingan warung kopi di Aceh yang semakin hari semakin ketat, menjadikan pemilik bisnis warung kopi harus meng-up grade kualitas warung kopinya agar tidak kehilangan pelanggan. Selain mempertahankan cita rasa kopi saring yang sudah menjadi ciri khas warungnya, warung kopi saat ini sudah information technology based.

Perhatikan jika kita melewati warung kopi-warung kopi di sepanjang jalan kota Banda Aceh dan sekitarnya, kita tidak lagi melihat dengan jelas adanya gelas, di atas setiap meja yang ditata rapi berderet-deret terlihat layar laptop, on line. Pelanggan dengan bebas bisa mengakses internet secara gratis di setiap kopi.

Akses internet gratis dengan menyediakan WiFi merupakan nilai jual yang hingga saat ini menjadi primadona setiap warung kopi di Aceh. Inilah salah satu bentuk komunikasi bisnis yang dibangun para pebisnis warung kopi dalam rangka menarik perhatian pelanggan. Seolah-olah warung kopi ingin menyampaikan pesan bahwa pelanggan tidak sekedar dapat menikmati kopi hangat, tetapi juga berita hangat yang bisa diakses secara gratis.

Televisi Layar Lebar


Masyarakat Aceh termasuk dalam kategori gila bola. Pada masa konflik yang kebetulan berbarengan dengan berlangsungnya Piala Dunia pada tahun 2000, tidak sedikit nyawa melayang karena bola. Saat keadaan Darurat Militer diberlakukan di Aceh, aktifitas masyarakat sudah diatur agar tidak keluar malam karena sangat rawan jika terjadi kontak senjata antara TNI/Polri dan GAM. Tapi demi menyaksikan siaran langsung Piala Dunia di beberapa warung yang menayangkan dengan layar lebar, banyak penggila bola yang tetap keluar malam, akibatnya ketika pulang di waktu menjelang subuh berhadapan dengan situasi kontak senjata dan menjadi korban salah sasaran.

Gila bola ini sampai sekarang tetap lah gila. Oleh karena itu, dapat dipastikan hampir seluruh warung kopi memasang televisi di warung mereka sebagai upaya untuk menarik perhatian para penggila bola. Bahkan sekarang mereka sudah menggunakan layar lebar dengan menggunakan LCD proyektor sebagai perangkat pengirim gambar ke layar lebar.


Tersedia ruang ibadah

Diskusi di warung kopi merupakan hal yang mengasyikkan dan sering sekali lupa waktu. Ngopi dari pagi sampai malam bukanlah hal yang aneh di Aceh. Di setiap warung kopi biasanya selalu ada buffet yang bertengger di sisi bagian depan warung yang menyediakan mie, lontong, pecal, nasi dan lain-lain. Warung kopi menjadi institusi One Stop Service.


Memanjakan pelanggan berlama-lama duduk di warung kopi merupakan salah satu tujuan komunikasi bisnis warung kopi. Selain perangkat akses gratis, mereka juga menyediakan ruang ibadah yang cukup nyaman.

Area parkir yag luas

Area parkir merupakan salah satu pertimbangan bagi pelanggan untuk memilih warung kopi tersebut sebagai tempat mereka melakukan pertemuan. Semua warung kopi rata-rata memiliki area parkir yang luas yang khusus disediakan bagi pelanggan yang datang. Bahkan mereka tidak segan-segan menyewa area kosong yang berada dekat dengan warung sebagai tempat parkir dan pelanggan tidak perlu berfikir dan khawatir dengan kendaraan mereka sekalipun dalam waktu yang lama.

Minggu, 07 November 2010

Komunikasi

Membahasakan suatu istilah atau mendefinisikan sebuah benda tidak harus memiliki redaksi yang sama dengan definisi yang telah dituliskan oleh para ahli. Pemahaman pada sebuah objek tentu relatif sekali sifatnya, tergantung dari perspektif apa dia dipahami oleh seseorang yang ingin mendefinisikannya dan sejauhmana relasi antara pengetahuannya tentang objek tersebut dengan gaya komunikasi yang dia miliki agar pesan yang ingin disampaikannya difahami oleh orang lain.

Ketika kita menanyakan kepada seseorang tentang definisi sebuah kursi, maka kita akan mendapatkan banyak definisi tentang sebuah kursi. Beberapa orang yang saya tanyakan memberikan jawaban yang berbeda-beda sesuai perspektif masing-masing. Dan semua definisi yang mereka utarakan dapat difahami dan dimengerti bahwa yang mereka maksud adalah memang kursi.

Si A mendefinisikan kursi sebagai sebuah benda yang digunakan untuk tempat duduk, dia mendefinisikannya sesuai pandangannya yang berorientasi pada kegunaan kursi itu sendiri. Sedangnkan si B mendefinisikan kursi sebagai sebuah benda yang memiliki kaki empat dan dan digunakan untuk tempat duduk dan bersantai-santai. Sementara si C menggambarkan bahwa kursi adalah sebuah benda yang dibuat sedemikian rupa dan memiliki kaki satu yang digunakan untuk tempat duduk. Dua yang terakhir ini cenderung mendefinisikan kursi dari perspektif bentuk dan kegunaan benda tersebut.

Jika kita bertanya kepada orang yang bekerja atau pemilik bisnis furniture, maka kursi mungkin akan didefinisikan dengan bahasa yang lain dan perspektif yang berbeda yang mungkin saja terselip kalimat yang sedikit provokatif agar orang-orang terdorong untuk membeli kursi yang mahal di tokonya.

Komunikasi Menurut Para Ahli
Komunikasi merupakan bagian tak terpisahkan dari keseharian kita, baik di bidang politik, agama, hukum, sosial maupun bisnis. Beberapa ahli mendefinisikan komunikasi dengan redaksi yang berbeda-beda, tapi memilki pengertian inti yang sama. Sebagaimana kita mendefinisikan kursi di atas, mungkin para ahli berikut juga mendefinisikan komunikasi sesuai kapasitas dan perspektif masing-masing. Namun demikian, semua definisi tersebut memiliki unsur-unsur penting yang sama sehingga tidak menghilangkan makna substansi pada objek yang didefinisikan. Sebagaimana halnya 'kursi', maka tidak masalah dikatakan berkaki empat, tiga, satu bahkan tak berkaki, tetapi fungsinnya tetaplah sebagai tempat duduk.

Edwar Depari : (Komunikasi dalam Organisasi): Proses penyampaian gagasan, harapan, pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu yang mengandung arti yang dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan.
James A.S. Stoner : (Manajemen) : Komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan.
John R. Schemerhorn : (Managing organization behaviour) : Komunikasi itu dapat diartikan sebagai proses antar pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka.

Definisi tersebut memiliki satu kesepakatan tentang definisi komunikasi, yaitu adanya pesan yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan media penyampai pesan. Dari beberapa definisi tersebut, terdapat beberapa unsur yang menjadi inti definisi komunikasi tersebut:
1. Adanya penyampai pesan (Komunikator)
2. Ada pesan yang akan disampaikan (Massage)
3. Adanya media untuk menyampaikan pesan (Media)
4. Adanya pihak lain yang menerima pesan (Komunikan)

Ketiadaan salah satu unsur komunikasi di atas menyebabkan komunikasi tak dapat dijalankan, setidaknya tujuan dari komunikasi yang dimaksud tidak dapat dicapai. Peran keempat unsur tersebut akan berlaku selama proses komunikasi berlangsung hingga komunikasi memiliki pengaruh yang dapat menambah pengetahuan dan mengubah sikap (attitude change), mengubah opini (opinion change), mengubah perilaku (behaviour change), hingga sampai pada titik dimana komunikasi tersebut dapat melakukan perubahan sosial (social change) sebagai bentuk nyata tercapainya tujuan komunikasi tersebut.