Minggu, 06 Februari 2011

Menjauhi Perangkap Kemiskinan


Jumlah penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan menurut data BPS tahun 2010 adalah 13,33% dari jumlah penduduk atau sejumlah 31,02 juta jiwa, atau hampir sama dengan jumlah penduduk negara Canada yang 32,8 juta, atau sedikit di atas jumlah penduduk negara Malaysia, 28,9 juta.

Kemiskinan menurut kamus wikipedia adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Issue kemiskinan bukanlah issue yang berdiri sendiri melainkan ia memiliki tautan rantai yang memenjarakan kita dalam perangkap kemiskinan secara terus-menerus jika rantai ini tak dapat diputuskan.

Sulitnya mendapatkan akses pendidikan saat ini bukan lagi hal yang menarik untuk dijadikan alasan karena telah dicanangkan oleh pemerintah adanya program wajib belajar 9 tahun. Faktor kesulitan akses pendidikan disebabkan juga oleh faktor internal dalam lingkungan keluarga, sejauhmana keluarga berupaya mendorong putra-puteri mereka agar tertatik belajar di lembaga pendidikan.

Sementara kesulitan mengakses pekerjaan adalah turunan dari proses pendidikan yang diterima sehingga dua hal ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan issue kemiskinan. Sulitnya mengakses pekerjaan biasanya karena kualifikasi yang diharapkan tak dapat dipenuhi ataupun karena calon pekerja tak memiliki keahlian yang dapat diandalkan, hal ini sering kita dengar dengan istilah unskilled youth labour. Pekerja yang tak memiliki keahlian ini disebabkan karena minimnya pendidikan yang diterima atau bahkan tidak pernah menenyam pendidikan sama sekali. Pendidikan yang dimaksud disini adalah formal maupun non-formal, sebagai lembaga yang membentuk calon pekerja benar-benar siap untuk diterima pasar karena memenuhi kualifikasi yang diharapkan.

Jika calon pekerja tidak memiliki keahlian, maka dalam dunia kerja, pekerja tersebut akan masuk dalam kategori low work quality (kualitas kerja rendah) dengan konsekuensi juga akan mendapatkan low income (pendapatan yang rendah) karena sesuai dengan keahlian yang dimilikinya.

Rendahnya pendapatan penduduk di suatu negara menjadi tolok ukur dalam menentukan tingkat kemiskinan. Bank Dunia memberikan kategori kemiskinan ini ke dalam dua tingkatan berdasarkan pendapatan masyarakat sebuah negara; pertama, kemiskinan absolut; yakni hidup dengan pendapatan di bawah USD 1$/hari. kedua, kemiskinan menengah; di bawah USD 2$/hari.

Pendapatan yang rendah menyebabkan pekerja tak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga sehingga mereka tak mampu menyekolahkan anak-anak mereka dan bahkan melibatkan anak dalam pekerjaan mereka untuk dapat menambah penghasilan keluarga dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Pada titik ini, anak telah kehilangan kesempatan mengakses sekolah (out of school) karena telah berjibaku dalam pekerjaan. Status anak menjelma menjadi child labour (pekerja anak) sebagai profesi baru, bukan pelajar yang mestinya duduk dibangku sekolah agar dapat meningkatkan kapasitas diri mereka dan kelak menjadi pemuda yang memiliki keahlian serta masuk dalam kategori pemuda pekerja yang memiliki keahlian (skilled youth labour) dengan pendapatan yang lebih baik.

Poverty trap (lingkaran kemiskinan) ini akan terus berlangsung selama kita tidak memutuskan mata rantainya. Pendidikan adalah mata pisau yang dapat memutus lingkaran kemiskinan. Pendidikan yang dimaksud baik pendidikan formal maupun non-formal.

Selasa, 01 Februari 2011

Matinya Tombol Eksekusi

Pernah membuat naskah, tulisan atau pekerjaan lain dengan komputer? Rasanya semua kita pernah melakukan hal tersebut. Menulis, membuat naskah ataupun catatan menggunakan komputer sudah menjadi hal yang umum semenjak teknologi komputer diperkenalkan kepada khalayak. Bahkan pekerjaan-pekerjaan lain selain menulis juga menggunakan komputer sebagai media untuk mempercepat proses penyelesaian salah satu rangkaian kegiatan, paling tidak komputer telah menjadi bagian terbesar dari penyelesaian sebuah konsep; baik itu naskah dalam bentuk tulisan maupun design oleh para arsitek perancang rumah dan mesin.

Untuk menulis naskah, keyboard merupakan elemen yang sangat penting agar semua huruf yang ditekan dapat ditransfer ke halaman kertas kerja di layar komputer untuk kemudian dapat dijadikan dokumen resmi setelah melalui proses cetak dengan menggunakan printer.

Bagi designer, mouse mungkin lebih mendominasi kerja mereka karena semua perintah telah disimbolisasi melalui icon-icon pada menu bar di layar program design tersebut sehingga memudahkan dan memperepat kerja dengan hasil yang tetap optimal.

Keyboard dan mouse merupakan bagian yang memiliki fungsi masing-masing. Keyboard, selain dapat mentransformasikan gerakan jemari menjadi huruf, salah satu tombolnya berfungsi sebagai tombol eksekusi, yaitu tombol 'enter'. Apapun yang kita lakukan dalam mengoperasikan program yang ada dalam komputer, maka mesti diakhiri dengan menekan tombol 'enter' sebagai bentuk eksekusi bahwa sebagian atau beberapa proses pekerjaan telah diselesaikan.

Jika pekerjaan lebih banyak menggunakan 'mouse', maka tombol kanan 'mouse' adalah tombol opsi, sedangkan tombol kiri merupakan tombol 'eksekusi', sama fungsinya seperti tombol 'enter' pada keyboard.

Bisakah anda bayangkan, seandainya kedua tombol 'eksekusi'; 'enter' dan 'mouse' tidak berfungsi?

Dapat dipastikan, bahwa naskah, tulisan, catatan ataupun design yang telah dirancang tak dapat disimpan, tak dapat di cetak dan tak dapat diimplementasikan di lapangan, karena matinya tombol eksekusi. Naskah, tulisan, catatan ataupun design sekedar menjadi konsep yang tidur.

Visi Tanpa Eksekusi adalah Lamunan, Eksekusi Tanpa Visi adalah Mimpi Buru

Vision without execution is a daydream, execution without vision is a nightmare. Pepatah Jepang ini mungkin dapat mewakili cerita di atas untuk dijadikan analogi terhadap kondisi yang setiap saat terjadi di sekitar kita. Beratus bahkan mungkin beribu konsep telah dirumuskan di negeri ini demi meraih visi yang telah ditorehkan untuk mensejahterakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi, lebih setengah abad telah dijalankan, belum juga ada perubahan nasib yang mengarah pada kesejahteraan dan mencerdaskan.

Undang-undang memerintahkan agar kekayaan alam Indonesia digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, konsep ini jelas perintahnya, tapi ekploitasi dan eksplorasi sumber daya alam telah dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh kekuatan luar secara semena-mena tanpa ada yang mampu menghentikan, negeri ini punya pemimpin, tapi tak dapat mengeksekusi untuk lebih banyak pada kepentingan rakyat.

Negeri ini telah bertekat untuk memberantas korupsi, tapi pencucian dan pencurian uang negara berlari kencang, pemimpin negeri ini terus beretorika dan tak memiliki daya untuk melakukan eksekusi. Tombol 'enter' dan klik kiri 'mouse' tak berfungsi, maka cita-cita pemberantasan korupsi hanya menjadi konsep belaka.

Pertumbuhan ekonomi diprediksi hampir dua digit, tapi sektor riil tak dapat suntikan yang memadai, karena dana yang dihimpun dari masyarakat lebih menguntungkan jika disalurkan melalui kredit perusahaan besar, kredit perumahan dan mobil mewah, gerigi roda mesin ekonomi semakin lama semakin berkarat dan sulit berputar. Pemegang kuasa tak mampu membendung, karena tombol 'enter' dan tombol kiri 'mouse' juga macet.

Dari atas hingga ke bawah; pemerintah maupun non pemerintah; kita hanya memiliki keyboad tanpa 'enter' dan 'mosue' tanpa tombol kiri. Di dalam konsep hanya ada opsi-opsi tanpa eksekusi.