Selasa, 26 April 2011

Pertumbuhan Berbasis Ekonomi Kreatif

Dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 5 ayat (1) dinyatakan bahwa Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

Dalam ayat (4) pada pasal yang sama dijelaskan maksud dari syarat teknis, yakni; "Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

Butir-butir pada pasal ini mengisyaratkan bahwa pemerintah pusat mengakui dan mengizinkan sebuah daerah teritorial tertentu berdiri karena dianggap akan mampu mengelola diri sendiri karena segala persyaratan yang diperlukan untuk eksistensi pemerintah daerah bersangkutan telah terpenuhi; seperti kemampuan ekonomi serta potensi daerah yang diharapkan akan menjadi Pendapatan Asli Daerah yang merupakan hak daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih guna terpenuhinya kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersihnya. Sederhananya, bahwa pemerintah daerah tersebut memiliki potensi dan kekayaan daerah sebagai pendapatan yang akan menopang anggaran belanjanya kelak, sehingga dapat dijamin bahwa keberadaan daerah tersebut tidak menjadi beban bagi dirinya sendiri dan pemerintah pusat.

Sejatinya, otonomi daerah memang memberikan dampak yang positif perhadap pertumbuhan ekonomi daerah setempat sehingga gerigi ekonomi masyarakat berputar dan bergairah, pembangunan lancar, rentang kendali manajemen yang singkat hingga publik mendapat kenyamanan pelayanan yang memungkinkan segala urusan administrasi menjadi lebih cepat dan lancar.

Namun, realitas yang terpampang di hadapan kita selama berlangsungnya otonomi daerah ternyata tidak seperti yang kita duga; pertumbuhan ekonomi walaupun secara kuantitas dirilis dalam angka yang meyakinkan, namun, di lapangan kondisi masyarakat terlihat sangat resah dan rentan karena kesulitan ekonomi yang terus menghimpit dengan naiknya harga bahan kebutuhan pokok, ketiadaan lapangan kerja serta meningkatnya korupsi yang secara terang-benderang yang menyebabkan kepercayaan masyarakat semakin menipis. Konsekuensinya adalah munculnya penyakit sosial yang berakibat pada pola pikir masyarakat yang lebih sering mengambil jalan pintas untuk menyangga ekonomi keluarga mereka melalui kegiatan-kegiatan yang meresahkan masyarakat seperti pencurian, perampokan, pemerkosaan hingga aliran-aliran yang dapat mendatangkan uang.

Potensi berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia memang tersedia di setiap daerah. Namun sumber daya tersebut tak mampu diekplorasi secara maksimal untuk meningkatkan pendapatan daerah demi pembangunan dan kesejahteraan. Padahal semua kebijakan administratif dapat dilakukan di daerah untuk pengelolaan sumber daya tersebut. Eksekutif, legislatif dan lembaga yudikatif tak memiliki kesamaan visi dalam membangun daerah dan cenderung berjibaku dalam ruang politik praktis untuk kepentingan kelompok. Pergulatan ini nyaris menghabiskan banyak waktu, fikiran dan biaya yang sia-sia dan tidak memiliki efek apa-apa dalam pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Ada dua hal utama yang dapat diidentifikasi dari masalah di atas adalah; pertama, Keinginan baik, merupakan niat para pejabat eksekutif dan legislatif untuk dapat memilah-milah dimana ruang sengketa kelompok dapat diletakkan pada posisi yang jauh di bawah kepentingan publik, dalam hal ini daerah, lebih luas lagi adalah untuk negara. Kedua, Kreatifitas, adalah sikap mental yang dapat memunculkan ide-ide baru dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam yang tersedia di daerah tersebut. hal ini menjadi sangat penting mengingat setiap daerah memiliki potensi sumber daya alam yang berbeda-beda dan membutuhkan sentuhan kreasi yang berbeda juga. Sikap mental ini kelak yang akan menciptakan keunggulan kompetitif daerah setempat untuk dapat bersaing di pasar.

Pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya alam bukan lagi merupakan satu-satunya konsep yang menjadi jargon utama pasar global, karena dapat dipastikan bahwa semua negara memiliki sumber daya alam yang melimpah dengan berbagai jenis dan tipenya. Tetapi pertumbuhan ekonomi sekarang sudah mengarah pada pertumbuhan ekonomi berbasis ekonomi kreatif. Sebagaimana John Howkins katakan dalam The Creative Economy; how people can make money from ideas, bahwa ekonomi kreatif adalah segala kegiatan ekonomi yang menjadikan kreatifitas (kekayaan intelektual), budaya dan warisan budaya maupun lingkungan sebagai tumpuan masa depan dengan menciptakan industi kreatif sebagai produknya.

Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang tersebar di seluruh daerah nusantara merupakan potensi yang tak ternilai harganya. Masalahnya adalah sejauh mana kita memikirkan agar muncul ide-ide kreatif untuk mengelola semua itu serta mengharapkan dukungan pemerintah yang serius untuk melindungi ide tersebut menjadi sebuah produk yang terproteksi kekayaan intelektualnya. Dukungan pemerintah juga tidak sebatas karitas, tetapi lebih pada filantropi yang memiliki fungsi advokasi untuk menyeberangkan kita ke posisi yang lebih baik.

Selasa, 19 April 2011

Pregenual Anterior Cingulate Cortex

Ilmuwan dari University of California, San Fransisco dan University of California, Berkeley, berhasil mengungkapkan bagian otak yang bertanggungjawab terhadap muncul tidaknya rasa malu. Menurut salah seorang penelitinya, Virginia Sturm, mereka telah mengidentifikasi adanya bagian otak di sebelah kanan depan sebagai penyebab kunci rasa malu manusia.