Rabu, 16 November 2011

PELUANG LAIN BISNIS WARUNG KOPI

Melanjutkan bincang-bincang tentang bisnis di Aceh, khususnya Banda Aceh sebagai ibukota provinsi Aceh, masih tetap menarik dan penting untuk didiskusikan, mengapa? Kepentingannya adalah untuk mengarahkan generasi muda dan para mahasiswa/i untuk mengubah mindset mereka dengan membuka katup pola berfikir di luar kotak yang selama ini sudah menjadi stigma di kalangan orang tua tentang arti 'sukses' dan 'berhasil'.


Di Banda Aceh, bisnis yang paling marak saat ini adalah caffee. Dengan segala ekspansi aksesorisnya yang menggoda akan menarik perhatian pelanggan untuk datang dan mengeluarkan sebgaian uang hanya sekedar buat berbual-bual sambil menikmati kopi khas Aceh dan sedikit snack.

Era sebelum tsunami, hanya ada beberapa warung kopi yang menjadi tempat berkumpul komunitas-komunitas tertentu. Pilihan warung kopi ini masih terbilang tradisional dan konvensional, yaitu karena cita rasa kopi di warung itu yang mengundang pelanggan datang. Pebisnis warung kopi yang laris manis dapat dihitung dengan jari.

Pasca tsunami, wajah Aceh semua berubah, lingkungan bisnis, pendidikan, siso-kultural dan nilai-nilai peradaban pun bergeser dikarenakan kehadiran orang asing dalam kurun waktu yang cukup lama, Aceh sempat digelar dengan 'international city' karena semua suku, ras dan bangsa berkumpul di Aceh untuk suatu kepentingan kemanusiaan pada saat itu. keberadaan mereka banyak mempengaruhi pola fikir, sikap, serta attitude dalam lingkungan bisnis. Masyarakat Aceh adalah masyarakat yang terbuka dan mudah mengadopsi nilai-nilai luar yang dianggap sebagai suatu kemajuan selain dari nilai-nilai agama. Terlabih lagi perangkat teknologi modern untuk mendukung usaha bisnis mereka.

Kebangkitan Warung Kopi

Era pasca tsunami ini menjadikan warung kopi sebagai salah satu tempat yang sangat strategis untuk melakukan hampir semua jenis transaksi; barang, uang, data dan informasi bahkan transaksi data melalui dunia maya.

Kondisi ini memaksa sejumlah warung kopi untuk melakukan pembenahan manajemen perangkat warung yang support terhadap semua kebutuhan pelanggan agar mereka tetap datang ke warung kopi tersebut. Maka semua warung kopi berlomba-lomba memasang WiFi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang ingin melakukan transaksi data online sambil menikmati kopi.

Era WiFi kembali menggeser sistem marketing warkop dari mengandalkan cita rasa kepada pemenuhan kebutuhan bertransaksi onnline secara gratis dengan penyediaan layanan download unlimited. Persaingan semakin ketat, setiap warkop saling mengintip berapa besar bandwicth yang digunakan pesaingnya sedapat mungkin disamakan bahkan lebih dari itu. Pelanggan semakin cerdas, pihak warung yang dalam hal ini dapat disebut sebagai produsen pun tahu kebutuhan pelanggan. Karena adanya kebutuhan dan keinginan maka selalu ada pihak yang akan menyediakan kebutuhan dan keinginan tersebut. Hal ini secara alamiah telah berlaku 'konsep inti pemasaran'.

Era cita rasa dan online gratis pun saat ini sudah mulai menaiki tangga kejenuhan. Secara ekonomis, perputaran uang di warkop sudah stabil dan sulit untuk ditingkatkan, hanya ada fluktuasi laba yang jika diakumulasi tetap memiliki rata-rata yang sama dari waktu ke waktu. Satu-satunya yang harus difikirkan manajer warung adalah harga barang akan terus naik, biaya produksi otomatis juga meningkat, jika tidak ada peningkatan pendapatan, maka secara nyata sebenarnya laba semakin turun, sementara gaji karyawan tidak mungkin diporong, justeru harus terus ditingkatkan. Untuk itu perlu difikirkan bagaimana agar laba terus dapat meningkat?

Kerjasama Komunal
Apakah kita pernah memikirkan bahwa di kota-kota besar, tak terkecuali Banda Aceh banyak sekali bermunculan komunitas-komunitas baru yang secara ekonomis sebenarnya dapat dijadikan mitra kerja untuk meningkatkan jumlah pelanggan dan penjualan? Ada komunitas Penggemar Bola, Club Vespa, Group Band, Club Sepeda, Club Yamaha, Club Honda, Club Futsal, Clup Modifikasi, Club Mancing, Club Sepeda Antik, Club Mobil Antik, Club Motor Antik, Club Motor Gede....

Semua club-club tersebut didirikan secara sukarela, dan mereka tidak memiliki tempat permanen sebagai sekretariat atau tempat berkumpul. Umumnya mereka berkumpul membicarakan sesuatu di tempat-tempat umum, seperti di lapangan atau di pinggir jalan yang memiliki ruas kosong untuk kongkow-kongkow, disana lah mereka memebicarakan perencanaan dan pengorganisasian komunitasnya.

Warung kopi yang memiliki ketajaman melihat peluang bisnis, sebenarnya bisa menjadikan komunitas ini sebagai pasar sasaran dengan segmentasi komunitas unik. Keberadaan mereka adalah bisnis, ketidakberadaan sekretariat mereka adalah bisnis, waktu berkumpul mereka adalah bisnis, waktu kegiatan mereka adalah bisnis, dan semua waktu mereka adalah bisnis. How?

Warkop dapat menawarkan kepada club-club yang belum memiliki sekretariat untuk melakukan aktifitasnya di warkop milik anda, mereka melakukan rapat tentu saja sambil minum dan makan, ketika mereka mengadakan perjanjian untuk perjalanan, anda bisa memberikan izin untuk berkumpul di halaman warkop milik anda, mereka akan minum sambil menunggu teman-teman lain datang. Anda dapat menyediakan semua itu dengan mudah, tempat tersedia dengan gratis, untuk minum dan makan, tentu saja tidak gratis.

Keberadaan komunitas-komunitas ini di warung anda dapat memberikan image yang positif terhadap pelanggan lain yang lewat sekaligus merasa terundang untuk melihat dari dekat dan masuk ke warung untuk duduk dan minum kopi.

Ingat, komunitas-komunitas ini sulit dikendalikan kalau kita melakukan komunikasi formal, komunitas ini dibentuk sebagai refleksi rutinitas yang membosankan. Anda pasti tahu bagaimana memperlakukan mereka agar tetap ingin 'dekat di hati'. Maka buka lah warung anda, mereka akan datang setiap saat walaupun sebenarnya mereka tidak berniat ingin minum kopi. Tapi duduk di warung tanpa menyeduh kopi panas, mungkin jarang terjadi di Banda Aceh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar