Kamis, 05 Januari 2012

Kebebasan

Semenjak reformasi bergulir, terjadi pergeseran nilai yang luar biasa di tengah masyarakat kita. Konteks lokal, kearifan lokal, setiap komunitas di negeri kita ini tergerus oleh arus global yang dipercaya sebagai nilai universal yang berperan menyatukan norma-norma dan nilai-nilai kemanusiaan sejagat raya.

Memang, nilai-nilai universal diperlukan untuk mempermudah pergaulan manusia dalam skala global sehingga dapat pula memperlancar transaksi-transaksi lintas negara, tetapi sejatinya nilai-nilai universal tidak juga harus mengabaikan kearifan lokal masyarakat dimana mereka telah memiliki norma-norma hidup yang dianut turun-temurun dan tidak pernah menimbulkan masalah yang menyebabkan kerugian baik fisik maupun mental. Dalam hal ini memang barangkali ada beberapa nilai-nilai normatif adat-isitadat yang perlu mendapat perhatian karena mungkin sifatnya tidak mendidik.
Nilai global yang tengah kita nikmati saat ini pun dipersepsikan berbeda oleh setiap kelompok dan individu, berbeda pula cara menginterpretasikannya dan berbeda juga implementasi nilai-nilai tersebut mereka lakukan.

Slogan yang paling trend kita dengar saat ini berkaitan dengan nilai-nilai global ini adalah 'kebebasan'. Termasuk saya, walaupun terus mencari substansi dari nilai universal ini, toh dalam setiap diskusi dan artikel, masih sangat banyak berisi tentang pembahasan 'kebebasan'.

Yang dapat saya tangkap tentang pemaknaan 'kebebasan'ini adalah; pertama, bebas dari nilai-nilai lokal. Ini artinya bahwa sebagai masyarakat dunia yang semakin kosmopolit, dengan kerumunan manusia dari seluruh penjuru dunia yang heterogen, masyarakat dunia harus dapat berkomunikasi dan bertransaksi lintas batas dalam segala urusan dan bidang. Bagi kelompok atau individu yang tidak menerima kondisi ini, maka akan 'dijadikan' masyarakat kelas dua yang dianggap belum mampu menyerap nilai-nilai kemanusiaan.

Kedua,bebas dari nilai sama sekali. Faham ini terdengar sangat ekstrim, dan juga dipersepsikan secara khusus berbeda oleh setiap individu atau kelompok.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bebas didefinisikan dengan; (1) lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dsb sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dsb dengan leluasa); (2) lepas dari (kewajiban, tuntutan, perasaan takut, dsb); (3)tidak dikenakan (pajak, hukuman, dsb); (4) tidak terikat atau terbatas oleh aturan dsb; (5)merdeka (tidak dijajah, diperintah, atau tidak dipengaruhi oleh negara lain atau kekuasaan asing); (6) tidak terdapat (didapati) lagi.

Dari definisi di atas, definisi kebebasan yang diadopsi oleh kalangan remaja dan generasi muda kita saat ini cenderung pada definisi kebebasan yang lepas sama sekali dari nilai-nilai yang dianggap mengekang termasuk yang berkaitan dengan keyakinan, atas nama aturan yang dapat membatasi sesuatu tanpa harus melihat apakah muatannya positif atau negatif, maka dianggap melanggar kebebasan.

Pertanyaan besarnya adalah, apakah benar-benar ada kebebasan yang lepas dari nilai-nilai?

Sulit mengatakan 'ada', karena pada prinsipnya, ketika seseorang berangkat dari satu tempat karena menghindari sesuatu yang tidak dia inginkan, maka sebenarnya dia sedang pindah ke tempat lain, atau, ketika seseorang ingin keluar dari sebuah nilai karena alasan kebebasan, maka orang tersebut sedang menuju suatu nilai lain yang seolah-olah mengagungkan kebebasan karena nilai tersebut belum pernah dia rasakan sebelumnya. Benar dia bebas dari nilai yang lama, tapi tetap akan memasuki suatu hegemoni dari nilai-nilai baru yang tetap bersifat mengikat.

Kasus yang masih hangat terjadi di Aceh adalah kasus penangkapan dan pembinaan anak-anak Punk oleh Polisi Pamong Praja Banda Aceh. Dalam waktu yang sangat singkat, dalam hitungan jam, komunitas Punk di Rusia bereaksi keras terhadap penangkapan komunitas Punk di Aceh. Mereka menuntut agar 'saudara' mereka di Aceh segera dilepaskan karena penangkapan itu dianggap melanggar HAM, dan mereka menuntut agar 'kebebasan' harus diberikan kepada komunitas Punk di Aceh.

Apakah komunitas Punk dapat dikatakan sebagai komunitas yang menganut kebebasan nilai? Tentu saja tidak. Saat mereka memproklamirkan diri menjadi bagian dari komunitas Punk, maka mereka harus mematuhi 'syarat-syarat' tertentu agar mereka dapat disebut sebagai anak Punk, diantaranya adalah gaya rambut yang unik, pakaian dekil dengan aroma yang tidak biasa, tidak harus mandi dan lain-lain yang diluar kebiasaan orang secara umum.

Semua itu merupakan nilai-nilai yang mengikat komunitas tersebut sehingga dengan nilai tersebut mereka dapat diidentifikasi sebagai anggota Punk.

So, Kebebasan bukan berarti lepas dari nilai. Kemana pun kita pergi tetaplah akan terkungkung di bawah nilai-nilai dimana kita berada. Saat kita menganggap mandi adalah sebuah aturan dan kita merasa bahwa mandi tersebut menyusahkan karena merasa terikat, maka pada saat yang sama ketika kita tidak mandi, kita sudah masuk pada hegemoni baru yang mengatur agar kita tidak mandi. Hidup adalah pilihan, memilih nilai mana yang positif dan negatif. Tidak ada kebebasan yang absolut.

2 komentar:

  1. Saya melihat kebebasan oleh sebagian bangsa kita ini memang sudah kebablasan, Pak. Hemh...!

    BalasHapus
  2. Di negara Barat yang kita dengar sangat menjunjung tinggi kebebasan pun, tidak serta-merta menerapkan kebebasan seperti yang kita lakukan di negeri kita ini. Kebablasan memang... kasus terbaru dalam hiruk-pikuk Euro, saat salah seorang mengekspresikan gol yang dia cetak dengan membuka bajunya di tengah lapangan dan memperlihatkan ada tulisan Paddy Power di bagian CDnya yang terlihat disorot kamera, langsung mendapat sanksi denda 2 Milyar... Padahal dia sedang berekspresi merayakan golnya... Semoga kita tidak terpeleset memaknai kebebasan...

    BalasHapus