Jumat, 31 Desember 2010

Kredit dan Macet

Kredit menjadi istilah yang sangat akrab di dunia jual beli saat ini karena jasanya yang telah mempermudah semua orang memperoleh apa saja yang diinginkan. Mulai dari mobil mewah, perumahan, barang elektronik, Handphone bahkan sampai kepada barang-barang kecil perlengkapan rumah tangga.

Orang kaya atau miskin sekalipun tidak perlu khawatir lagi tidak mendapat kesempatan memperoleh barang yang diinginkan, apalagi dibutuhkan. Persyaratan kredit cukup mudah dan sederhana. Asal ada SK kepegawaian, tanpa memandang golongan dan pangkat, maka barang yang diinginkan segera dapat diperoleh dalam waktu yang sangat cepat dan prosedur yang amat singkat.

Untuk memperoleh kredit kendaraan roda dua, hanya dibutuhkan lampiran dokumen berupa Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan selembar form pengisian data serta uang panjar atau Down Payman (DP) Rp. 2juta sebagai syarat administrasi. Tidak berapa lama setelah proses ini, mungkin dalam hitungan 1 - 2 hari, kendaraan yang dipesan segera dapat dibawa pulang.

Jual beli dengan cara kredit juga dapat dilakukan terhadap barang-barang kebutuhan rumah tangga mulai dari yang besar hingga yang kecil sekalipun, dari kebutuhan dasar hingga keinginan yang tidak bersifat dasar. Gaya hidup yang sedang trend ini telah memanjakan masyarakat untuk terus memperkuat rencananya untuk memenuhi bukan hanya kebutuhan saja, tetapi bergeser menjadi pemenuhan keinginan.

Di sisi lain, kemudahan-kemudahan yang ditawarkan produsen tersebut sebenarnya menjadi perangkap yang justeru memenjarakan kita dalam kondisi yang semakin sulit. Perilaku perbankan dan lembaga-lembaga kredit yang dominan menyalurkan kreditnya secara konsumtif sangat merugikan dan merusak tatanan perekonomian.

Trend kredit saat ini umumnya didominasi oleh kredit perumahan, kendaraan, perlengkapan dan alat rumah tangga. Gaji PNS yang dicairkan seketika habis saat mereka terima karena dipotong kredit langsung oleh bank penyimpan dana, khususnya BPD. Sementara kredit-kredit di sektor riil sangat sulit diperoleh sehingga banyak sektor riil yang terseok-seok bahkan gulung tikar karena tak sanggup bertahan hidup. Uang di bank tidak beredar di masyarakat, dan tidak berputas layaknya sebagai penggerak perekonomian.

Lambatnya pertumbuhan ekonomi sektor riil menjadi salah satu indikasi bahwa perangkap kesulitan ekonomi sedang menghadang, sebagaimana disampaikan Greenomic (Serambi, 30/12) agar Aceh tidak terpaku pada pertumbuhan ekonomi secara kuantitas dengan mengabaikan sektor riil yang sudah lama terasa stagnan. Pemerintah masih terus beretorika dengan angka-angka kuantitatif yang kelak menciptakan balon-balon yang indah tapi siap meledak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar