Minggu, 09 Januari 2011

Kritis, Krisis dan Ironis

Unggul dalam intelektual bukanlah terminologi yang menyandarkan pada ukuran akademis semata, tetapi lebih jauh mampu memberikan makna yang lebih nyata yang merupakan uraian rinci langkah-demi langkah problem solving dari masalah yang dihadapi.

Menurut Mahfudin Shalahudin (1989) dinyatakan bahwa intelek adalah akal budi atau inteligensi yang berarti kemampuan untuk meletakkan hubungan dari proses berfikir. Selanjutnya, dikatakan bahwa orang yang intelligent adalah orang yang dapat menyelesaikan persoalan dalam waktu yang lebih singkat, memahami masalahnya lebih cepat dan cermat, serta mampu bertindak cepat

kata intelek berasal dari kosa kata latin: Intellectus yang berarti pemahaman, pengertian, kecerdasan. Dalam pengertian sehari-hari kemudian berarti kecerdasan, kepandaian, atau akal. Pengertian intelek ini berbeda dengan pengertian taraf kecerdasan atau intelegensi. Intelek lebih menunjukkan pada apa yang dapat dilakukan manusia dengan intelegensinya; hal yang tergantung pada latihan dan pengalaman.

Sikap Kritis

Dalam hal ini, kita sering terjebak dan terkungkung pada pola pikir yang ’mengkastakan’ intelektual sebagai tingkat kecerdasan di lapisan atas. Padahal sejatinya, intelektual merupakan sikap kritis sebagai tanggungjawab seseorang bagaimana seseorang tersebut dapat mengelola intelegensianya untuk bisa diaplikasikan pada tataran action, tindakan nyata.

Melakukan sesuatu yang nyata merupakan aplikasi dari sebuah perenungan dan pengelolaan intelegensia sehingga hasil tersebut menjadikan seseorang dikatakan kritis; yakni, seseorang dapat menempatkan intelegensianya pada tataran konsep yang di dalamnya terinci langkah-langkah kongkrit sebagai tawaran untuk memberikan problem solving, bukan konsep yang tak memiliki nilai solutif yang menjebak seseorang pada titik ketidakmampuannya mengendalikan intelegensi sehingga belum dapat didudukkan pada tingkat intelektual.

Konsep-konsep yang mengalir yang memberikan garis-garis jelas yang membentuk suatu pola langkah yang aplikatif merupakan solusi kreatif dan kritis.

Dalam Critical Thinking oleh Vincent Ryan Ruggiero, Pemikiran Kritis memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Mereka jujur terhadap diri sendiri
• Mereka melawan manipulasi
• Mereka mengatasi confusion
• Mereka bertanya
• Mereka mendasarkan penilaiannya pada bukti
• Mereka mencari hubungan antar topic
• Mereka bebas secara intelektual 

Berfikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut  untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian atau keputusan berdasarkan kemampuan, menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman. (Pery & Potter,2005).

Krisis

Menurut kamus online artikata, Krisis diartikan dalam beberapa perspektif;
Dari perspektif ekonomi, krisis berarti  kemerosotan dalam kegiatan ekonomi yg dapat menimbulkan depresi, sebagai akibat dari kepekaan konjungtur ekonomi bebas;

Dari sudut pandang iman, Krisis berarti  lunturnya keimanan seseorang; 

Dari sudut pandang-- kabinet krisis diartikan sebagai kegentingan politik yg terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat sehingga kabinet meletakkan jabatan; 

Adapun Krisis dalam perspektif kebudayaan berarti keadaan suatu kebudayaan tidak mampu lagi mencari jalan keluar dari kesulitan yang melibatnya;

Dari segi kepercayaan arti krisis adalah hilangnya kepercayaan masyarakat pada suatu hal; 

Dalam bidang moneter krisis adalah hal yang berhubungan dengan uang atau keuangan suatu negara; --

Dalam pandangan moral, krisis disebutkan sebagai suatu kemerosotan dalam bidang moral; 

Dari beberapa perspektif krisis di atas, terdapat unsur yang sama pada setiap bidangnya, yaitu; kemerosotan, kelunturan, kegentingan, penurunan dan ketidakmampuan.

Jika perspektif ini ditarik dalam ruang lingkup organisasi, maka dapat disarikan dengan kalimat sederhana, yakni terjadinya kemerosotan dimana organisasi tak mampu memberikan jalan keluar pada masalah yang dihadapi dan berdiri pada titik lemahnya gerakan sehingga roda organisasi berjalan di tempat bahkan bisa mengarah pada titik stagnan.

 Ironi

Jika sikap kritis tak mampu diaplikasikan dalam sebuah organisasi yang memiliki anggota, maka Ketidakmampuan mengaplikasikan sikap kritis inilah yang menyebabkan sebuah organisasi terperangkap dalam ruang ironi, karena semestinya sebuah organisasi memiliki kader yang telah terstruktur pemikirannya dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, sehingga kekritisan tersebut dapat menjadi buffer/penyangga agar organisasi tidak sampai pada tahap krisis.

Kader dalam lingkup organisasi merupakan inti yang menggerakkan semua sendi dan sistem untuk mewujudkan tujuan organisasi sebagaimana yang telah dituliskan dalam anggaran dasarnya. Jika seuatu organisasi mengalami kemerosotan, konon lagi stagnan, maka perlu dipertanyakan dimanakah posisi kadernya saat itu? Kader Kritis, Kader Krisis (Krisis Kader?) atau Kader Ironis?

1 komentar:

  1. http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/24/kritis-krisis-dan-ironis/

    BalasHapus